Sunday, February 18, 2007

Episode Tak Berpamrih

Lirih, ia coba 'tuk tetap mengungkap cinta.
Apatah mengharap simpati, penolakan (dan selebihnya) adalah hal (yang selamanya 'kan tetap) biasa.
Tapi perilaku, hati dan lisannya ia coba 'tuk terus ekspresikan cinta.

Ah, kenapa kawan?
Karena sejati cinta adalah mencurah, bukan mengharap. Begitu ia jawab.


- - - - -
Mengenang episode kepergian Seorang Pecinta Sejati (SAW): "Ummati, Ummati, Ummati..." ("Ummatku, Ummatku, Ummatku...")




= = = = = =
Pic by *BatDesignZ at deviantart.com

Friday, February 16, 2007

Apresiasi dan Lambaian Tangan

Ada batu di palung hati
Nampak besar sangat di mata mereka
Namun nampak kecil di mata ini

Batu besar, harus disingkirkan
Agar palung hati menjadi lapang

Ingin ucap terima kasih pada mereka
Atas nasehat, kritikan
Sorotan, cibiran dan umpatan
Tanda besarnya perhatian

Tidak, terima kasih rasanya tak cukup
Ingin sekali rasanya hadiah tertitip
Untuk sebuah kesempatan yang sekali lagi
Kembali menyegarkan mata hati

Burung pipit 'kan tetap coba belajar terbang
Hadiah mungkin bukan untuk penerimaan
Tapi untuk sebuah apresiasi dan lambaian tangan



-pic by ~TheMinttu at deviantart.com: 'deep blue sea'-

Thursday, February 15, 2007

Bunga di Hari-Hari Cinta


Jika ada kuntuman bunga di hari-hari cinta...
Mudah-mudahan adalah bunga-bunga empati,
nasehat, dan doa


Tuesday, February 13, 2007

Tapak-Tapak Kecil di Lorong Nan Panjang

Tahu-tahu, ia sudah berada di lorong berliku, sunyi nan panjang itu. Awalnya ia ingin membelot ke belakang, khawatir tak kuasa menahan berbagai tribulasi yang menghadang. Batu-batu kerikil, batu-batu besar, lubang kecil dan besar, onak dan duri (ia tahu) 'kan terus menantinya waktu demi waktu di sepanjang jalan.

Ia menoleh ke belakang. Ia temukan pangkal lorong yang sudah jauh, kecil terlihat. Yang ada hanya kegelapan suram yang menakutkan di sana. Ia berbalik menoleh ke depan, dilihatnya sinar benderang kebahagiaan di ujung lorong itu, masih jauh jua jaraknya. Ia putuskan untuk tak kembali kepada suramnya dunia.

Segenap keberanian coba ia himpun. Ia tapaki lorong itu, coba menginjaki kerikil-kerikil, dan mengubahnya jadi pasir, jika ia mampu. Duri-duri pernah membuat kakinya berdarah kecil, tak surutkan langkah-langkah kecilnya. Ia masih berbahagia, sinar putih di ujung lorong sedikit demi sedikit kian terang seiring laju langkahnya.

Seketika ia tersandung sebuah batu besar, dan jatuh ke dalam lubang yang cukup besar berduri. Kakinya dan tangannya terluka dan bengkak. Sakit. Payah, ia coba panjati lubang itu, 'tuk kemudian terus melaju dengan menyeretkan kakinya. Ia merintih. Jalannya terhenti. Ia ingin putuskan untuk berhenti di sana.

Dalam merana, ada tangan terulur di sana. Ada senyum, sapaan ramah, dan seruan-seruan bijak nan menyejukkan hati, "bertahanlah, sahabat...". Masih beserta rembesan air mata, ia dirangkul untuk berjalan bersama, sampai ia kuat tapakkan kakinya sendiri.

Kawan,
Lorong itu sunyi, berliku dan panjang. Ia mendengar, juga menyaksikan kisah-kisah "jatuh" para musafir iman di sana, seperti yang sempat ia alami pula.

Tapi kawan,
Ia masih tetap bisa berbahagia. Ada bertangkaian bunga-bunga mawar, sakura, anggrek yang indah warna-warni, yang bisa ia peroleh dari taman-taman ukhuwah di sepanjang jalannya. Untuk ia dekap, beriring tetesan jernih nan lembut dari ujung-ujung matanya yang semakin menyegarkan tiap-tiap kuntumnya.

Wahai musafir, kekallah engkau di lorong itu...
Hidupmu, dan matimu...

Walaupun hidup ini duka, kita punya luka
Walaupun hidup ini cinta, kita t'lah bertegur sapa

Tapi mengapa kita terhenti?
Sedang matahari pun bergegas mengejar mimpi?
-Snada-

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
-Sebuah tribute untuk setiap insan, di sebuah perjalanan nan panjang-


= = = = = = = = =
Pic by =MOSREDNA at deviantart.com 'out of the dark'

Friday, February 09, 2007

Untuk Sebuah Harapan

Image Hosted by ImageShack.us

"Diterpa ujian kesulitan, banyak yang orang yang masih bisa sadar dan mendekat kepada Allah. Seringkali yang lebih sulit adalah ketika kita diterpa cobaan berupa kesenangan, hingga kita bangga ('ujub), sombong (takabbur), dan akhirnya kita lalai dan kalah berpacu dengan waktu menuju akhir hayat. Terlebih sedih, ketika kita sama sekali tidak sadar ketika kita sedang dicoba." Begitu kata mereka.

Rabb, jangan masukkan kami ke dalam golongan yang lalai, dan akhiri hidup kami dalam keadaan beriman, jika saatnya tiba.