Tuesday, January 30, 2007

Jejak Lemah Seorang Pribadi Soliter

Hmm... kehidupan yang baru. Terbersit rasa berbahagia dalam benaknya ketika mendengar karib-kerabatnya telah (dan sedang menuju) sebuah fase kehidupan yang berbeda; yang berikutnya. Namun, bukan itu yang menjadi pikiran utamanya. Ada hal lain yang memboncengi pikirannya.

Untuk ke-sekian kali dalam hidupnya, hal itu kembali membayang dalam benaknya. Bayangan tentang fase-fase kehidupan manusia: lahir, tumbuh sebagai anak-anak, remaja, dewasa, berkeluarga dengan segala hiruk-pikuknya, lalu menjadi tua, semakin melemah, sampai akhirnya habis masa hidupnya di dunia; ketika DIA memutuskan kesempatan manusia untuk beramal. Ah... cepat sekali rasanya. Mungkin lima belas tahun tidak akan lama, lalu dua puluh tahun, lalu... lalu...

Ia teringat,

"...sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."
(QS Al Hadid 57: 20)

Ia membiarkan tetesan bening mengalir dari sudut matanya. Ia bertanya dalam diam, 'apa siap nanti kalau masa hidup ini sudah berakhir?'.

Tubuhnya sedang lemah saat itu. Selemah ruhiyahnya. Selemah jiwanya yang kala itu berduka lepas ditimpa badai cobaan di titik lemah dirinya. Namun, air bening itu menyisakan senyum di bibirnya. Hatinya lebih tentram.

Ia pun membiarkan bayang-bayang tadi membawa pikirannya kembali terbang.

Bayang-bayang itu pun kembali mengusung pikirannya menelusuri ke lembaran lain dalam hidupnya.

'Ada orang-orang shalih di sekitarmu'.

'Percuma', ia menanggapi batinnya. Teman, kerabat, atau siapa pun tidak bisa menyelamatkan diri ini di hari itu.

"Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain..."
(QS. 82: 18-19)
Ya, tiap jiwa kita adalah soliter, batinnya. Perhitungan amal kita nanti, adalah masing-masing.

* * * * *

Seorang kawannya tiba-tiba mengucap salam dan bertanya kabarnya. Dia menjawab seperlunya. Obrolan mereka lalu berkisar tentang kuliah kawannya, tentang repotnya skripsi dan sejenisnya. Dia mengiba. Kembali ia teringat kawan lain yang tidak ikut ujian di satu mata kuliahnya karena sakit dan sedang kesulitan me-lobby dosennya untuk bisa ikut ujian susulan. Mereka sama-sama meminta support doa darinya.

Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk mereka, batinnya. Mungkin hanya sekedar empati dan doa, tidak banyak. Mungkin tidak seberapa. Mungkin tidak seberapa.

Ia tetap ingin...

* * * * *

Ia melangkah keluar ketika makmum lain masih berdzikir, selepas shalat yang terasa nikmat baginya. Ia bersyukur masih bisa berada di shaff yang sedikit itu. Jiwanya kembali tersenyum tentram. Ia masih ingin 'mendistribusikan' kebaikan, kepada dan bersama teman-kerabatnya. Ia ingin kembali 'terbang'.

Kala itu, ia ingin kembali mengutip syair dari sebuah senandung,

Selamat tinggal wahai dunia duka
Selamat datang wahai dunia iman
Burung yang patah sayapnya
Takkan mati karena lukanya

Wahai hatiku yang sedih perangainya
Sungguh kesedihan itu telah meninggalkan diriku
'Kan terbang aku ke dunia cinta
Karena aku muslim, yang membumbung dengan iman

* * * * *

Rabb, izinkan ia kembali. Untuk kembali dan tetap menyemai kebaikan, kepada dan bersama orang-orang di sekitarnya. Seperti yang ia citakan. Sekarang, dan seterusnya.


= = = = = = = = = = = =
ps. pic 'solitary' by PhoeniX252 at deviantart.com

3 comments:

jundihasan said...

duh..lagi melemah ya??
dont worry everything is gonna be alright !!

Anonymous said...

hmm.. iya. kalau kita lihat. di sana sedang menanti saudara2 untuk kita kembali bergabung di barisan mereka.

Anonymous said...

mudah2an....